Jumat, 25 Juli 2008

MENAKAR TERORISME DI JAWA TENGAH

Terorisme tetap menjadi ancaman tiada akhir. Seteleh terungkapnya sindikat terorisme di Kota Palembang, Sumatera Selatan. Pelaku utamanya Noordin M Top masih berkeliaran ditambah buronan Slamet Kastari. Dugaan kuat dua tokoh ini membangun dan menjalin hubungan dengan sel-selnya yang ada di seluruh Indonesia, termasuk di Jawa Tengah.


Tujuan teror tidak lain adalah ketakutan. Sindikat teroris nampaknya sukses menebar kegelisahan dan rasa takut yang berlebihan (fear-morgers) yang dirasakan masyarakat luas dengan aktor-aktor utamanya yang masih berkeliaran. Selama Noordin M Top dan Slamet Kastari masih buron, kita masih belum bisa bernafas dengan lega.

Mengungkap sindikat terorisme sama halnya kita akan disuguhkan pola sebuah organisasi yang bagaikan mata rantai tiada terputus. Organisasi semacam klandestin Al Jamaah Al Islamiyah menjadi salah satu kedok strukturalis sindikat ini melancarkan aktivitasnya. Aktivitas mulai dari perekrutan, pelatihan, pendoktrinan, dan perencanan aksi disusun sistematis dan terorganisir.

Tak terdapat pemimpin tunggal dalam sindikat ini. Mereka hanya di bayang-bayangi oleh rasa kagum dan simpati pada tokohnya dan cenderung bersifat diaspora (menyebar seperti sel-sel). Karena bentuknya yang tidak mengerombol dan antarakelompok satu dengan yang lain berpencar, membangun basis kekuatan masing-masing, maka perburuan teroris menemukan perjalanan panjang.

Di Jawa Tengah yang beberapa kali dikagetkan dengan terkuaknya sindikat terorisme dan persinggahan tokoh-tokoh terorisme. Bahkan kali ini Slamet bin Kastasi beserta adikanya diduga berkeliaran di Jawa Tengah (Kompas/ 7/ 7). Pengungkapan kasus terorisme memerlukan kerja super ekstra.

Sindikat yang satu ditangkap dan dibekukan. Sindikat yang lain tetap menjalankan kaderisasi dan mengembangkan jaringannya. Perburuan teroris mengalami kebuntuan. Hanya dengan menangkap tokoh teroris hidup-hidup, mengintrogasinya, untuk dapat menunjukkan basis sindikatnya, kemudian melakukan pembersihan dengan cara persuasif maupun represif dapat mengupas tuntas terorisme. Namun hal ini bukanlah perkerjaan yang mudah.

Sindikat terorisme tak hanya terdapat di Indonesia saja.Terorisme merupakan kejahatan internasional yang terorganisir (Transnational organized crime), oleh karena itu dalam penanggulangannya membutuhkan kerja sama internasional. Menurut konvensi Palermo, 2000, suatu kejahatan dapat di kategorikan sebagai Transnational Organized Crime, apabila memiliki karakteristik : dilakukan lebih disatu Negara; dilakukan di satu negara, tetepi persiapan, perencanaan dan pengendalianya mengambil di negara lain; dilakukan di satu negara, tetepi melibatkan suatu kelompok kejahatan terorganisasi yang memiliki jatingan kegiatan di banyak Negara; atau dilakukan di satu negara, tetapi secara substansial efeknya mengimbas sampai negara lain.

Terorisme Indonesia diduga kuat masih memiliki hubungan dengan sindikat internasional. Dengan demikian, pembersihan terorisme perlu dilakukan dengan upaya kerja sama internasional dengan berbagai Negara lain.


Perburuan Terorisme

Terorisme merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang juga berbentuk kejahatan terhadap kemanusiaan (crime againt humanity). Kesalahan terhadap pemberantasan terorisme bisa berakibat fatal. Nyawa dan ketenangan khalayak luas taruhannya. Maka diperlukan sistem yang bisa menjamin pemberantasan terorisme hingga sampai ke akar-akarnya.

Pada tahun 2005, Indonesia telah meresmikan kerjasama bilateral di bidang counter terrorism diantaranya adalah dengan Polandia melalui penandatanganan Agreement on Cooperation in Combating Transnational Crime and Other Types of Crime dan dengan Vietnam melalui MoU on Cooperation and Combating Crime.

Sementara itu, dalam konteks kerjasama multilateral, Indonesia terlibat dalam ASEAN – Republic of Korea Joint Declaration for Cooperation to Combat International Terrorism, ASEAN – Pakistan Joint Declaration for Cooperation to Combat International Terrorism, dan ASEAN – New Zealand Joint Declaration for Cooperation to Combat International Terrorism, serta yang paling baru adalah dalam ASEAN Summits pada Januari 2007 juga telah diresmikan melalui penandatanganan kesepakatan ASEAN Convention on Counter Terrorism.

Peningkatan infrastruktur aturan hukum, pemerintah bersama dengan DPR telah berhasil meratifikasi dua konvensi internasional yaitu International Convention for Suppression of the Financing of Terrorism (1999) dan International Convention for the suppression of Terrorism Bombings (1997). Dengan banyaknya kerjasama dan sarana yang tersedia ini diharapkan Indonesia lebih mampu menanggulangi tindak kejahatan terorisme hingga selesai tuntas.

Sarana yang disediakan diatas, patutlah diikuti dengan peningkatan kemampuan dalam mendeteksi, mengungkap dan menangkap para pelaku serta mengungkap jaringan terorisme oleh aparat penegak hukum. Tidak sekedar teks dan subtansi produk hukum yang dihasilkan pemerintah saja. Pemberdayaan dan peningkatan kapasitas Desk Anti-Teror perlu dilakukan hingga tingkat desa.

Kesemuanya ini memudahkan pengungkapnan jaringan terorisme serta tertangkapnya tokoh-tokoh utama terorisme. Terdeteksi dan terungkapnya jaringan kejahatan transnasional dan jaringan terorisme. Meningkatnya peran serta masyarakat dalam penanggulangan aksi terorisme. Dan meningkatnya daya cegah dan daya tangkal negara terhadap ancaman terorisme secara keseluruhan.


Awaludin Marwan, SH

Alumni Fakultas Hukum UNNES

Tidak ada komentar: